Sepi... aku pulang.

Titik mati, keberangkatan menuju kosong abadi.
Sepi.. aku pulang. Peluk sendiriku lagi.
Engkau meniup mati cahaya pada gulita. Kita sudah tuli sebelumnya, sekarang buta pula. Rasakan, kita tak bisa lagi saling menemukan.
Jangan meneriaki orang lain bisu, ketika kitalah sebenarnya yang tuli. Engkau berteriak, aku bergumam.
Maka lebih baik aku diam, toh yang akan terdengar pun hanya suaramu saja. 
Saat ini aku mencoba mengerti, itu sebabnya aku perjuangkan. Nanti saat aku berhenti, cobalah memahami.
Banyak yang tak kaupaham soal rinduku. Kalau paham, pasti kamu yang semula diam, menjadi memerhatikanku diam-diam.
Ketidakpedulian itu ada karena sudah lelah mempedulikan, atau dari awal memang tidak pernah mempedulikan. Karena apa yang menyedihkan adalah, ketika benar atau salahnya sesuatu ditentukan oleh baik atau tidaknya hubungan antar-personal.
Ketika tak seorangpun bisa jadi penyembuh, pada akhirnya sunyilah yang mampu mengisi sela, mengusap air mata, dan menutup luka.
Bahkan sajak-sajak pun merasa, "Mungkin sunyi akan semakin langka."
Tidak ada pilihan seringkali menyelamatkan kita dari kebingungan.


Teruntuk tuan yang-meninggalkan sejuta kesan. Maaf untuk kelancangan yang berlebihan. Saya cuma merindukan.

Ketika satu lagu jadi mesin waktu.
Jangan sampai kita memilih tertidur dalam keadaan takut akan kenyataan.
Bukan menyerah, hanya memilih untuk tidak lagi memperjuangkan.
Bukan meninggalkan, hanya menunggu rindu terpuaskan.
Bukan mendiamkan, hanya hati meng-iya-kan-mu untuk tidak lagi peduli.
Bukan membenci, hanya cinta berhenti disuarakan.
Bukan melepaskan, hanya tidak berusaha memaksakan.

Kita cuma dua orang yang terpencar dari rute awal, tergulung ombak jauh dari tempat kapal seharusnya bersandar.
Kita cuma dua orang yang gagal, gagal bersabar, gagal saling mendengarkan.
Bagaimana bisa engkau meminta dibahagiakan oleh separuh hati yang pincang dan penuh luka?


Bunuh saja aku dengan kata yang telah kau jadikan mata pisau, sayat rindu-rindu semu. Biar pelangi tutup usia di pesisir duka.

Sesuatu yang pergi pasti kembali, yang perlu kamu ketahui adalah, apa benar ia pergi, atau pulang kepada yang semesti.
Harusnya kamu percaya, sesuatu yang pergi pasti kembali. kecuali, mati..
Terlalu banyak meminta, kita lupa memberi. Terlalu banyak menuntut, kita lupa berterima kasih.
Aku ingin telah, bukan pernah, tapi entahlah, sudah, aku menyerah...






Comments

Popular Posts