Katamu, Ini cinta untuk apa?

Menjelang Oktober akhir, kubiarkan bayangmu menari di kepala. Agar tuntas, hingga bulan baru tiada lagi buatmu menetas.

Aku telah lelah, menebak arah pergimu. Di samping jalan ini, aku menjelma menjadi tulisan-tulisan yang dibenarkan oleh angin. Nyatanya, kau terlalu cepat sebagai angin. Pasir mengalah karenamu. Tulisan-tulisan yang terhapus, dilupakan. Yang tertinggal hanyalah bisikkan.

Kau lupa? Ada yang pernah setengah mati berusaha membuatku jatuh dalam cinta. Untuk akhirnya bertanya sendiri, "Ini cinta untuk apa?", lalu pergi.

Kau hilang, sayangku..
Tanpa memberitahu kemana langkah pergimu, kemana arah pulangku.

Kau lupa? Takdir adalah gravitasi.
Segala yang tinggi dan pergi akan jatuh pun kembali.

Terbanglah sejauh mungkin, sayangku...
Sekali pun itu artinya meninggalkanku, biarkan aku di sini, sendiri, diam dan tetap mempercayai gravitasi.

Lagi-lagi, aku ditiup Tuhan ke dalam posisi mengalah dan (berpura-pura) menyukai pilihanmu. Menetang diri, menantang hati.

Semoga suatu hari nanti, mengikhlaskanmu takkan mungkin sesulit ini, dan tetap akan kau ingat, ada yang begitu dekat dengan doa-doa yang menghujanimu. Sebut saja, aku.





Comments

Popular Posts