Aku rindu kita.

Di jejak kakimu yang pena, air mata adalah tinta. Dinding kamar sudah tak ada spasi untuk kutulisi.
Aku ditenggelamkan puisi sendiri.. 

Kelak, kalau sudah tak berjarak, kita buat perayaan. Biar detak dan gelak sebagai anggur dan arak. Biar mabuk kita seperti mereka.
Kita berhasil melipat peta. Jejak-jejak kita sudah berkumpul dalam satu petak.

Tak puas menjelma pada tiap kata di puisi cinta. Namamu, Tuan. Memenuhi seluruh spasi.

Aku rindu kita. Karena setelah kamu, tiada benar-benar nyata. Dan malam tak pernah lagi sama.

Di ruang dengarku masih nyanyianmu terdengar di bilik-bilik telingaku . Wangimu adalah apa yang kusesap habis, lalu kulipat lagi di sudut lemari.

Aku hidup Dalam percakapan-percakapan yang sengaja kau buang. Dalam ingatan yang tak sempat kukosongkan.

Barangkali, selama ini cinta menjelma jadi remah-remah roti yang jatuh di permukaan kopi, karena sunyi terlalu lama dinikmati sendiri.



Comments

Popular Posts