It's about; you, me and us.

Setiap tertawa, mungkin kita melewatkan gemericik pilu perut kosong seorang anak di sudut gelap sana. Cahaya tak selalu mampu mengisi setiap ruang terbuka. Ada benderang dan temaram duduk bersebelahan setiap malam. Seperti pada beberapa kota. Pada deru asap kendaraan mewah Jakarta, decitan roda-roda becak dan gerobak berbisik. Lirih.

Cinta perihal kesanggupan dan keberanian. Kesanggupan memperjuangkan, keberanian melepaskan, ketika bahagia tak lagi jadi tujuan.
Bahkan yang pergi sebenarnya sedang menetap. Pada ketiadaan.
Bahkan yang menetap sebenarnya sedang berpergian. Menuju ketetapan.
Bahkan yang hilang sebenarnya sedang ditemukan, oleh kehilangan.
Bahkan yang hadir sebenarnya sedang menghilang. Dari persembunyian.
Kita sekarang, adalah masing-masing yang kembali asing.
Yang tersisa dari kita? Lembar-lembar kertas ditinggalkan pena.
Yang tersisa dari kita? Bait-bait kosong tanpa rima.
Yang tersisa dari kita? Sepintal doa tak bernama, hanyut, tak menemukan muara.
Yang tersisa dari kita? Hanya tangisan waktu yang tak bisa memutar dirinya sendiri untuk kembali.

Kenangan adalah genangan, yang tak begitu saja mengering hanya karena siang. Ditinggalkan penghuni, sebuah rumah membentengi dirinya sendiri. Masing-masing kita punya sebelah sayap, setelah kuberi milikku agar terbangmu tak lagi pincang. Kamu memilih ia yang malaikat. Langkah kuatur berjingkat, mengendap-ngendap menyelimutimu. Sementara kamu asyik masyuk dalam mimpi masa lalu.

Setiap hari, kulepaskan rindu berlayar. Setiap malam pula, tak satu pertemuanpun dibawanya bersandar dan aku, masih di ruang baca, membolak balik halaman-halaman lusuh berisi riwayat kita berdua.


Kita, dua orang yang pada akhirnya berada di cerita yang berbeda, karena doa masing-masing kita sudah tak lagi sama.




Comments

Popular Posts